MASIGNASUKAv102
1212694102616477524

Qiraat Al-Quran

 Pengertian qira`at 

Qira`at merupakan bentuk jamak dari Qira`ah yang artinya baca`an. Sedangkan menurut istilah bahwa qira`at meruppakan metode atau cara baca lafadz atau kalimat didalam al-qur`an dari  berbagaimacam segi (riwayat), sebagaimanan yang diriwayatkan langsung dari rosulullah  SAW. 

Para ulama dan ilmuan memberikan definisi tentang qiro`at, diantaranya: 

Pertama, merupakan salah satu madzhab (aliran) pengucapan lafazh Al Qur’an yang dipilih  oleh salah satu imam Qurrâ’ sebagai acuan qirâ’ah berdasarkan sanad-sanadnya yang sampai kepada Rasulullah S.A.W.

Kedua, menurut Imam Zarkasyi (w. 794 H.), qirâ’ât  adalah perbedaan lafadzlafadz yang tersirat dalam Al-Qur’an, baik huruf-hurufnya maupun  kaifiyyahnya dalam takhfîf, tatsqîl maupun antara keduanya, sesuai dengan qirâ’ât yang  diajarkan oleh Rasulullah S.A.W. 

Ketiga, menurut Zarqani (w. 1364 H.), qirâ’ât adalah madzhab (aliran) pengucapan Al-Qur’an  yangdipilih oleh salah satu imam Qurrâ’ sebagai madzhab yang berbeda dengan madzhab  lainnya, yangsesuai dengan riwayat dan sanadnya, baik perbedaan dalam pengucapan huruf  atau kaifiyahnya.

Keempat, menurut Al-Banna Al- Dimyati, qirâ’ât adalah ilmu untuk  mengetahui kesepakatanpembaca atau pembawa Al-Qur’an dan perbedaan mereka dalam hal  hadzaf, itsbât, tahrîk, taskîn fashal, 

washal, dan lain sebagainya yang sesuai dengan riwayat mutawatir dari Rasulullah S.A.W. Dari banyak pengertian di atas, semua pendapat ulama tentang qirâ’ât tidak lepas dari statemen bahwa qirâ’ât harus dibangun di atas riwayat yang mutawatir dan muttashil kepada Rasulullah  S.A.W.Hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa keotentikan Al-Qur’an tetap terjaga karena  diriwayatkansecara oral dan tertulis oleh orang-orang yang tsiqah (dapat dipercaa) baik secara  keilmuan maupunkepribadian. 

Defenisi di atas setidaknya mengandung tiga unsur utama.  

  1. Qira’at dimaksudkan menyangkut pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Cara pembacaan Al Qur’an tersebut berbeda antara satu imam dengan imam qira’at lainnya. 
  2. Cara bacaan yang dianut dalam suatu mazhab qira’at didasarkan atas riwayat dan bukan atas  qiyas atau ijtihad 
  3. Ketiga, perbedaan antara qira’at-qira’at diniscayakan bisa terjadi dalam pengucapan huruf huruf dan pengucapannya dalam berbagai  

Meluasnya wilayah islam dan menyebarnya para sahabat dan tabi’in mengajarkan Al-Qur’an di berbagai kota menyebabkan timbulnya berbagai qira’ah, perbedaan antara satu qira’at dan lainnya bertambah besar pula sehingga sebagian riwayatnya tidak bisa lagi dipertanggungjawabkan. Para ulama menulis qira’at-qira’at ini dan sebagianya menjadi masyhur, sehingga lahirlah istilalh qira’at tujuh, qira’at sepuluh, dan qira’at empat belas. 

Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at 

Beberapa faktor yang melatar belakangi timbulnya perbedaan qira’at diantaranya yaitu:  

a. Perbedaan syakal, harokat atau huruf. Karena mushaf-mushaf terdahulu tidak menggunakan syakal dan harokat, maka imamimam qira’at membantu memberikan bentuk-bentuk qira’at.  

b. Nabi sendiri melantunkan berbagai versi qira’at di depan sahabat-sahabatnya. Seperti dalah suatu hadits:  

“Dari Umar bin Khathab, ia berkata, “aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca Surat  Al Furqon di masa hidup Rasulullah. aku perhatikan bacaannya, tiba-tiba ia membaca dengan 

banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya di saat ia shalat, tetapi aku urungkan, maka aku menunggunya sampai salam. Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya, ‘siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?’ Ia menjawab, ‘Rasulullah yang membacakannya kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya, ‘kamu dusta! demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surat yang sama, tetapi tidak seperti bacaanmu. Kemudian aku bawa dia menghadap Rasulullah, kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini membaca surat Al-Furqon dengan huruf-huruf (bacaan) yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surat Al-Furqon kepadaku. Maka rasulullah berkata, lepaskanlah dia, hai Umar. bacalah surat tadi wahai Hisyam!’ Hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. maka kata Rasulullah, ‘begitulah surat itu diturunkan.’ ia berkata lagi, ‘bacalah, wahai umar!’ lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah kepadaku. Maka kata Rasulullah, ‘begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu di antaranya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Jarir) 

c. Adanya pengakuan nabi (takrir) terhadap berbagai versi qira’ah para sahabatnya. nabi. 

 Jenis-Jenis Qira`at

  1. Qira`at berdasarkan kuantitas
    Secara kuantitas qira’at terbagi menjadi tiga bagian yang terkenal di antaranya: Qira`at sab`ah Qira’at sab‘ah adalah qira’at yang disandarkan kepada tujuh imam yang telah disepakati oleh  para ulama, antara lain: Ibnu Amir. Adapun yang dimaksud dengan Qira’at Empat Belas (Qira’at  Al-Arba’ ‘Asyarah) adalah sepuluh Qira’at ditambah dengan empat Qira’at berikut: 1. Hasan Al-Bishry.  2. Muhammad bin Abdu Ar-Rahman.  3. Yahya bin Al-Mubarak Al-Yazidiy.  4. Abu Al-Faraj Muhammad bin Ahmad Al-Syanbudziy

    Namun 4 bacaan tambahan ini tidak lolos seleksi, sehingga dkategorikan sebagai bacaan syadz  yang tidak terpakai, karena dalam sanadnya tidak shahih.
      
  2. Qira’at berdasarkan Kualitas 
    Para ulama berbeda-beda pada pendapatnya mengenai kualitas qiraat, antara lain Al-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulum Al-Quran ‖ menyebutkan bahwa secara kualitas qira’at terbagi  menjadi mutawatir, masyhur, ahad, syadz, mudraj, maudlhu. 

a. Mutawatir adalah sesuatu yang penukilannya oleh orang banyak yang tidak memungkinkan  adanyakebohongan dari awal sampai akhir sanadnya 

b. Masyhur adalah sesuatu yang sahih sanadnya namun tidak sampai ke tingkatan mutawatir,  namunsesuai dengan kaidah bahasa arab atau sesuai dengan rasm usmani.  

c. Ahad adalah sesuatu yang sahih sanadnya, namun tidak sesuai dengan rasm usmani atau kaidah bahasa arab. 

d. Syadz adalah sesuatu yang tidak sahih sanadnya, seperti bacaan (malaka yau middin) surat  AlFatihahdengan bentuk fiil madli atau kata kerja lampau.  

e. Mudraj adalah sesuatu yang ditambahkan dalam qira’at dengan bentuk penafsiran. f. Maudlu adalah bacaan yang tidak ada aslinya, atau kaidahnya. 

Pengelompokan kualitas qira’at ini disimpulkan oleh Al-Suyuthi setelah mengkaji karya karya  Ibnu Jazari. Padahal pendapat Al-Suyuthi berbeda dengan Ibnu Jazari yang mengatakan bahwa  qira’atsecara kualitas terbagi menjadi tiga yaitu: mutawatir, sahih, dan syazzah. 

Pengertian  mutawatir sudah sepakat para ulama yaitu yang penukilannya dilakukan oleh orangbanyak  yang tidak kebohongannya. Namun, pada bagian sahih Ibnu Jazari membagi menjadi  duabagian, pertama: qira’at yang sahih sanadnya secara adil, pasti, kuat yang mana sampai  pada batasakhir penukilan dan sesuai dengan bahasaarab dan rasm usmani. Pembagian ini sama  dengan mutawatirnamun dibagi lagi menjadai dua bagian, yaitu: Pertama bahwa penukilan dan  talaqinya diterima olehpara imam, sebagaimana pada istilah bacaan mad (panjang) yang  terdapat pada kitab-kitab yangdijadikan rujukan utama oleh para imam, atau periwayatannya  sendirian. Kedua, ada beberapa qiraatyang tidak dapat diterima oleh para ulama dan belum  begitu manggaung diantara mereka dan banyakdiantara mereka membolehkan dipakai dalam  solat. Bagian kedua ini sebagaimana diungkap oleh Abu‘Amr Ibnu Salah: bahwasanya qiraat  yang selain Imam Asyrah tidak boleh dibaca, dan pelarangan iniadalah pelarangan haram  bukan makruh.Sehingga, dari keempat Qira’at yaitu ahad, syadz, maudhu’ dan mudraj tidak  diperbolehkan untukdiamalkan (tidak boleh membaca Al-Qur’an dengan Qira’at tersebut).  Jumhur ulama berpendapatbahwa yang termasuk Qira’at Sab’ah adalah mutawatir, maka selain  yang mutawatir dan masyhur makatidak boleh membaca dengannya, baik dalam shalat maupun  di luar shalat.  

Manfa`at Berbedanya Qira`at  

  1. Tetap terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan.  
  2. Meringankan dan memudahkan qira’ah.  
  3. Menunjukan kemukjizatan AlQur’an.  
  4. Menjelaskan ayat yang masih mujmal.  

Kesimpulan 

Qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah yang artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah  bahwa qira’at adalah merupakan metode atau cara baca lafazh atau kalimat di dalam Al-Qur’an dari  berbagai macam segi (riwayat), sebagaimana yang telah diriwayatkan langsung dari Rasulullah S.A.W. 

Secara kuantitas qira’at terbagi menjadi 3 bagian yang terkenal diantaranya, qira’at sab‘ah, qira’at asyrah dan qiraat qrba‘ah Asyrah. sedangkan secara kualitas sebagai berikut, mutawatir,  masyhur, ahad, syadz, mudraj, maudlhu. Manfaat dari adanya khilafiyah qira’at yang utamanya adalah tetap terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan, dan memudahkan untuk qira’ah.