MASIGNASUKAv102
1212694102616477524

9. Surat At-Taubah

Ayat 14

قَاتِلُوْهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللّٰهُ بِاَيْدِيْكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُوْرَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِيْنَۙ ١٤

14.  Perangilah mereka! Niscaya Allah akan mengazab mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu, menghinakan mereka, dan memenangkan kamu atas mereka, serta melegakan hati kaum mukmin

Asbabun Nuzul

Abusy Syaikh meriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Dituturkan kepada kami bahwa ayat ini turun tentang suku Khuzaa’ah ketika mereka membunuhi Bani Bakr di Mekah.”

Dia meriwayatkan dari Ikrimah bahwa ia berkata, “Ayat ini turun tentang suku Khuzaa’ah.” Dan dia meriwayatkan dari as-Suddi bahwa ayat, “…serta melegakan hati orang-orang yang beriman,” maksudnya adalah suku Khuzaa’ah, para sekutu Nabi saw.. Allah memuaskan hati mereka dengan pembalasan dendam terhadap Bani Bakr.


Ayat 17-24

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يَّعْمُرُوْا مَسٰجِدَ اللّٰهِ شٰهِدِيْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِۗ اُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْۚ وَ فِى النَّارِ هُمْ خٰلِدُوْنَ ١٧ اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ ١٨ ۞ اَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاۤجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ لَا يَسْتَوٗنَ عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۘ ١٩ اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۙ اَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ ٢٠ يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِّنْهُ وَرِضْوَانٍ وَّجَنّٰتٍ لَّهُمْ فِيْهَا نَعِيْمٌ مُّقِيْمٌۙ ٢١ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗاِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ ٢٢ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْٓا اٰبَاۤءَكُمْ وَاِخْوَانَكُمْ اَوْلِيَاۤءَ اِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْاِيْمَانِۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ٢٣ قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ ࣖ ٢٤

17.  Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka bersaksi bahwa diri mereka kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amal mereka dan di dalam nerakalah mereka kekal. 18.  Sesungguhnya yang (pantas) memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, mendirikan salat, menunaikan zakat, serta tidak takut (kepada siapa pun) selain Allah. Mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. 19.  Apakah kamu jadikan (orang yang melaksanakan tugas) pemberian minuman (kepada) orang yang menunaikan haji dan mengurus Masjidilharam sama dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di hadapan Allah. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. 20.  Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka lebih agung derajatnya di hadapan Allah. Mereka itulah orang-orang yang beruntung. 21.  Tuhan mereka memberi kabar gembira kepada mereka dengan rahmat dari-Nya, dan keridaan serta surga-surga. Bagi mereka kesenangan yang kekal di dalamnya. 22.  Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang sangat besar. 23.  Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pelindung321) jika mereka lebih mencintai kekufuran atas keimanan. Siapa pun di antara kamu yang menjadikan mereka pelindung, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. 24.  Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, pasangan-pasanganmu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, serta tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.

321) Lihat catatan kaki surah Āli ‘Imrān/3: 28.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Pada waktu tertawan dalam Perang Badar, al-‘Abbas berkata, ‘Sekalipun kalian telah lebih dahulu masuk Islam, berhijrah, dan berjihad dari pada kami, kami sejak dahulu mengurus Masjidil Haram, memberi minum orang yang berhaji, serta membebaskan orang yang tertawan.’ Maka Allah menurunkan ayat 19, ‘Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. “

Muslim, Ibnu Hibban, dan Abu Dawud meriwayatkan dari an-Nu’maan bin Basyir, katanya, “Waktu itu aku sedang berada di dekat mimbar Rasulullah bersama dengan sejumlah sahabat beliau. Tiba-tiba seorang di antara mereka berkata, ‘Aku tidak peduli kalau setelah masuk Islam aku tidak beramal untuk Allah selain memberi minum orang yang menunaikan haji.’ Sementara seseorang yang lain berkata, ‘Bukan, tapi mengurus Masjidil Haram!’ Lalu yang ketiga berkata, ‘Bukan, tapi jihad di jalan Allah!’ Hari itu adalah hari Jum’at. Setelah aku shalat Jumat, aku menghadap Rasulullah dan bertanya mengenai perbedaan pendapat mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,”hingga firman-Nya, ‘Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang zalim.”

Al-Faryabi meriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa Ali bin Abi Thalib datang ke Mekah, lalu ia berkata kepada al-‘Abbas, “Paman, mengapa engkau tidak berhijrah? Mengapa engkau tidak menyusul Rasulullah?” Sang paman menjawab, “Aku mengurus Masjidil Haram dan memegang kunci Ka’bah.” Maka Allah menurunkan ayat, “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram,…” Dia juga berkata kepada beberapa orang (yang ia sebutkan nama-nama mereka),””Mengapa kalian tidak berhijrah? Mengapa kalian tidak menyusul Rasulullah?” Mereka menjawab, “Kami tinggal bersama saudara-saudara dan kaum kerabat kami di tempat tinggal kami sendiri.” Maka Allah menurunkan ayat 24, “Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anakanakmu, saudara-saudaramu,…” seluruhnya.

Abdurrazzaaq meriwayatkan hal senada dari asy-Sya’bi.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi bahwa Thathah bin Syaibah, al-‘Abbas, dan Ali bin Abi Thalib saling membanggakan diri. Kata Thathah, “Aku pengurus Ka’bah. Aku yang memegang kuncinya.” Sedangkan al-Abbas berkata, “Akulah orang yang memberi minum jamaah haji.” Sementara Ali berkata, “Aku sungguh telah shalat ke arah kiblat sebelum orang-orang lain, dan aku pun orang yang ikut berjihad.” Maka Allah pun menurunkan ayat, “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram, kamu samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah?…” seluruhnya.


Ayat 25

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِيْ مَوَاطِنَ كَثِيْرَةٍۙ وَّيَوْمَ حُنَيْنٍۙ اِذْ اَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْـًٔا وَّضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْاَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُّدْبِرِيْنَۚ ٢٥

25.  Sungguh, Allah benar-benar telah menolong kamu (orang-orang mukmin) di medan peperangan yang banyak dan pada hari (perang) Hunain ketika banyaknya jumlahmu menakjubkanmu (sehingga membuatmu lengah). Maka, jumlah kamu yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu kemudian kamu lari berbalik ke belakang (bercerai-berai).

Asbabun Nuzul

Dalam ad-Dalaa’iI, al-Baihaqi meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Anas bahwa seseorang berkata pada waktu Perang Hunain, “Kita tidak akan kalah gara-gara jumlah yang sedikit.” Waktu itu mereka berjumlah 12.000 orang. Perkataan seperti itu memberatkan hati Rasulullah. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “… dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu…” (at-Taubah:25)


Ayat 28

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هٰذَا ۚوَاِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖٓ اِنْ شَاۤءَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٢٨

28.  Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwanya). Oleh karena itu, janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini.322) Jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

322) Setelah tahun 9 H. orang-orang musyrik tidak diperbolehkan mengerjakan haji dan umrah, atau memasuki masjid dan daerah haram menurut pendapat yang lain, baik untuk haji dan umrah maupun untuk keperluan yang lain.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang musyrik, kalau datang ke Ka’bah, biasanya membawa makanan untuk dijual. Ketika mereka dilarang mendatangi Ka’bah, orang-orang Islam pun bertanya,”Kalau begitu, dari mana kita mendapatkan makanan?” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “…Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang) maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya,…”

Ibnu Jarir dan Abusy Syaikh meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair, ia berkata,”Ketika turun ayat,’…Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini?…’ kaum muslimin merasa berat hati. Kata mereka, ‘Siapa yang mendatangkan makanan dan barang-barang kebutuhan kepada kita?’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘..Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang) maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya,…” Hal senada juga diriwayatkan dari Ikrimah, Athiyyah al-‘Aufi, adh-Dhahhak, Qatadah, dan lain-lain.


Ayat 30

وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرُ ِۨابْنُ اللّٰهِ وَقَالَتِ النَّصٰرَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِاَفْوَاهِهِمْۚ يُضَاهِـُٔوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَبْلُ ۗقَاتَلَهُمُ اللّٰهُ ۚ اَنّٰى يُؤْفَكُوْنَ ٣٠

30.  Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih putra Allah.” Itulah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang yang kufur sebelumnya. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah didatangi oleh Sallam bin Misykam, Nu’man bin Aufa, Syas bin Qais, dan Malik ibnush-Shaif. Mereka lalu berkata, ‘Bagaimana mungkin kami mengikutimu sementara kamu telah meninggalkan kiblat kami dan engkau pun tidak mempercayai bahwa ‘Uzair adalah putra Allah?!’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, Dan orang-orang Yahudi berkata,.


Ayat 37

ثُمَّ يَتُوْبُ اللّٰهُ مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ عَلٰى مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٢٧

27.  Setelah itu, Allah menerima tobat orang yang Dia kehendaki. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Malik, katanya, “Dahulu mereka menjadikan satu tahun berjumlah tiga belas bulan, dan mereka menjadikan bulan Muharram sebagai bulan Shafar sehingga mereka bisa melakukan hal-hal haram di dalamnya. Maka Allah menurunkan ayat, ‘Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran “


Ayat 38

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَا لَكُمْ اِذَا قِيْلَ لَكُمُ انْفِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اثَّاقَلْتُمْ اِلَى الْاَرْضِۗ اَرَضِيْتُمْ بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَا مِنَ الْاٰخِرَةِۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا قَلِيْلٌ ٣٨

38.  Wahai orang-orang yang beriman, mengapa ketika dikatakan kepada kamu, “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,” kamu merasa berat dan cenderung pada (kehidupan) dunia? Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan dunia daripada akhirat? Padahal, kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia berkata tentang ayat ini, “ini ketika mereka diperintahkan untuk pergi dalam Perang Tabuk setelah penaklukan Mekah. Mereka diperintahkan untuk berangkat pada waktu musim panas yang terik, padahal buah-buahan sedang waktunya masak dan mereka ingin berteduh serta mereka merasa berat untuk pergi. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa apabila dikatakan kepada kamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?…”


Ayat 39

اِلَّا تَنْفِرُوْا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا اَلِيْمًاۙ وَّيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوْهُ شَيْـًٔاۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ٣٩

39.  Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih serta menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan merugikan-Nya sedikit pun. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Najdah bin Nufai’, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai ayat ini, dan beliau menerangkan bahwa Rasulullah memerintahkan salah satu suku untuk berangkat perang, tapi mereka merasa berat melaksanakan perintah beliau, maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih…. “Dan Dia mencegah hujan turun kepada mereka, dan itulah azab bagi mereka.”


Ayat 41

اِنْفِرُوْا خِفَافًا وَّثِقَالًا وَّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٤١

41.  Berangkatlah kamu (untuk berperang), baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari seseorang yang berasal dari Hadhramaut, “Ia mendengar kabar bahwa dahulu ada orang-orang yang sakit atau tua renta dan mengatakan, ‘Aku berdosa!’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat,…”


Ayat 43

عَفَا اللّٰهُ عَنْكَۚ لِمَ اَذِنْتَ لَهُمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَتَعْلَمَ الْكٰذِبِيْنَ ٤٣

43.  Allah memaafkanmu (Nabi Muhammad). Mengapa engkau memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang) sehingga jelas bagimu orang-orang yang benar-benar (berhalangan) dan sehingga engkau mengetahui orang-orang yang berdusta?

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Amr bin Maimun al-Audi, ia berkata, “Ada dua hal yang pernah dilakukan oleh Rasulullah tapi tidak ada atsar (riwayat) mengenai keduanya: izin beliau kepada orang-orang munafik dan pengambilan tebusan dari para tawanan. Maka, Allah menurunkan ayat, ‘Allah memaafkanmu (Muhammad)…. “


Ayat 49

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ ائْذَنْ لِّيْ وَلَا تَفْتِنِّيْۗ اَلَا فِى الْفِتْنَةِ سَقَطُوْاۗ وَاِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيْطَةٌ ۢ بِالْكٰفِرِيْنَ ٤٩

49.  Di antara mereka ada orang yang berkata, “Berilah aku izin (tidak pergi berperang) dan janganlah engkau (Nabi Muhammad) menjerumuskan aku ke dalam fitnah.” Ketahuilah, bahwa mereka (dengan keengganannya pergi berjihad) telah terjerumus ke dalam fitnah. Sesungguhnya (neraka) Jahanam benar-benar meliputi orang-orang kafir.

Asbabun Nuzul

Ath-Thabrani, Abu Nu’aim, dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ketika Nabi saw. hendak berangkat ke Perang Tabuk, beliau bertanya kepada al-Jadd bin Qais, ‘Hai Jadd bin Qais, apa pendapatmu tentang berperang dengan orang-orang Romawi?’ Ia menjawab, ‘Rasulullah, saya ini orang yang punya kegemaran kepada wanita, dan kalau saya melihat wamta-wanita Romawi, saya pasti akan tergoda’ Maka izinkanlah saya (tidak ikut perang) dan jangan buat saya tergoda!’ Maka Allah menurunkan ayat, ‘Dan di antara mereka ada orang yang berkata,…”

lbnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan hal serupa dari hadits Jabir bin Abdillah.

Ath-Thabrani meriwayatkan dari lain dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. bersabda, “Pergilah berperang, niscaya kalian akan mendapatkan wanita-wanita Romawi!” Sejumlah orang munafik pun berkata, “Dia benar-benar mau menggoda kalian dengan wanita!” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan di antara mereka ada orang yang berkata,… “


Ayat 50

اِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْۚ وَاِنْ تُصِبْكَ مُصِيْبَةٌ يَّقُوْلُوْا قَدْ اَخَذْنَآ اَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ وَيَتَوَلَّوْا وَّهُمْ فَرِحُوْنَ ٥٠

50.  Jika engkau (Nabi Muhammad) mendapat kebaikan (maka) itu menyakitkan mereka. Akan tetapi, jika engkau ditimpa bencana, mereka berkata, “Sungguh, sejak semula kami telah berhati-hati (dengan tidak pergi berperang)” dan mereka berpaling dengan (perasaan) gembira.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah bahwa orang-orang munafik yang tidak ikut berperang dan tinggal di Madinah mulai menyebarkan desas-desus keji tentang Nabi saw.. Kata mereka, “Muhammad dan sahabat-sahabatnya telah payah dan binasa dalam perjalanan mereka.” Lalu mereka mendengar kabar yang membuktikan ketidakbenaran ucapan mereka, kabar bahwa Nabi saw. dan para sahabat sehat walafiat sehingga mereka merasa jengkel. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Jika engkau (Muhammad) mendapat kebaikan,…”


Ayat 53

قُلْ اَنْفِقُوْا طَوْعًا اَوْ كَرْهًا لَّنْ يُّتَقَبَّلَ مِنْكُمْ ۗاِنَّكُمْ كُنْتُمْ قَوْمًا فٰسِقِيْنَ ٥٣

53.  Katakanlah (Nabi Muhammad), “(Wahai orang-orang munafik,) infakkanlah (hartamu) baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa, (tetapi ketahuilah bahwa infak itu) sekali-kali tidak akan diterima (oleh Allah) dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah kaum yang fasik.”

Asbabun Nuzul

lbnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al-Jadd bin Qais berkata, “Aku tidak tahan kalau melihat wanita. Aku gampang tergoda. Tapi aku akan membantumu dengan harta bendaku.” Kata lbnu Abbas, “Mengenai dirinyalah turun ayat, ‘Katakanlah (Muhammad), ‘Infakkanlah hartamu baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa,…” karena ucapannya ‘Aku akan membantumu dengan harta bendaku.”


Ayat 58

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّلْمِزُكَ فِى الصَّدَقٰتِۚ فَاِنْ اُعْطُوْا مِنْهَا رَضُوْا وَاِنْ لَّمْ يُعْطَوْا مِنْهَآ اِذَا هُمْ يَسْخَطُوْنَ ٥٨

58.  Di antara mereka ada yang mencela engkau (Nabi Muhammad) dalam hal (pembagian) sedekah-sedekah (zakat atau rampasan perang). Jika mereka diberi sebagian darinya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi bagian, dengan serta merta mereka marah.

Asbabun Nuzul

Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id a-Khudri bahwa tatkala Rasulullah sedang membagikan sesuatu, datanglah Dzul Khuwaishirah yang kemudian berkata, “Berlakulah adil!” Maka Rasulullah bersabda, “Celaka kamu! Siapa yang berlaku adil kalau aku tidak adil?!” Dan turunlah ayat, “Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang (pembagian) sedekah (zakat);…”

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan hal serupa dari Jabir.


Ayat 61

وَمِنْهُمُ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ النَّبِيَّ وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ اُذُنٌ ۗقُلْ اُذُنُ خَيْرٍ لَّكُمْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَرَحْمَةٌ لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۗ وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ رَسُوْلَ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ٦١

61.  Di antara mereka (kaum munafik) ada orang-orang yang menyakiti Nabi (Muhammad) dan mengatakan, “Dia adalah telinga (yang menampung dan memercayai semua apa yang didengarnya tanpa seleksi).” Katakanlah, “(Nabi Muhammad adalah) telinga yang baik bagi kamu, dia beriman kepada Allah, memercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu.” Orang-orang yang menyakiti Rasulullah bagi mereka azab yang sangat pedih.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabtal ibnul-Harits biasa mendatangi Rasulullah, duduk dalam majelis beliau, mendengar sabda-sabda beliau, lalu menyampaikannya kepada orang-orang munafik. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan di antara mereka (orang munafik) ada orang-orang yang menyakiti hati Nabi (Muhammad)….”


Ayat 65

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ ٦٥

65.  Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa pada suatu hari dalam Perang Tabuk seseorang berkata dalam suatu majelis, “Kami tidak pemah melihat seperti para penghafal Al-Qur’an itu. Belum pernah ada orang yang lebih rakus, lebih berdusta, dan lebih pengecut dalam pertempuran ketimbang mereka!” Mendengar itu, seseorang menukas, “Kamu bohong! Kamu munafik! Aku akan melapor kepada Rasulullah!” Lalu ia pun menyampaikan hal itu kepada beliau, dan ayat Al-Qur’an pun turun. Kata Ibnu Umar, “Aku lihat ia memegangi tali kekang unta Rasulullah, sementara batu-batu menyambitinya, dan ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja,’ sedangkan Rasulullah menyahut, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Lalu Ibnu Abi Hatim meriwayatkan hal senada dari lain dari Ibnu Umar, dan menyebutkan nama orang itu Abdullah bin Ubay.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik bahwa Makhsya bin Humair berkata, “Aku mau saja diadili, asal masing-masing dan kalian memasang seratus (dirham), dengan syarat kita selamat dari turunnya Al-Qur’an mengenai kita.” Hal itu terdengar Nabi saw.. Maka mereka datang dan meminta maaf. Lalu Allah menurunkan ayat 66, “Tidak perlu kamu meminta maaf….” Orang yang dimaafkan oleh Allah adalah Makhsya bin Humair, lalu ia berganti nama menjadi Abdurrahman, dan ia memohon kepada Allah untuk terbunuh sebagai syahid yang kematiannya tidak diketahui siapa pun. Dan dia akhirnya tewas dalam Perang Yamamah, tanpa diketahui di mana tempat terbunuhnya dan siapa yang membunuhnya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah bahwa sekelompok orang munafik berkata dalam Perang Tabuk, “Orang ini mau menaklukkan istana-istana dan benteng-benteng Syam? Mustahil!” Maka Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi saw., lalu beliau mendatangi mereka dan bersabda, “Kalian mengatakan begini dan begitu.” Mereka menjawab, “Kami sebetulnya hanya bersenda gurau dan bermainmain saja.” Maka turunlah ayat ini.


Ayat 74

يَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ مَا قَالُوْا ۗوَلَقَدْ قَالُوْا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوْا بَعْدَ اِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوْا بِمَا لَمْ يَنَالُوْاۚ وَمَا نَقَمُوْٓا اِلَّآ اَنْ اَغْنٰىهُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ مِنْ فَضْلِهٖ ۚفَاِنْ يَّتُوْبُوْا يَكُ خَيْرًا لَّهُمْ ۚوَاِنْ يَّتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللّٰهُ عَذَابًا اَلِيْمًا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚوَمَا لَهُمْ فِى الْاَرْضِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ ٧٤

74.  Mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti Nabi Muhammad). Sungguh, mereka benar-benar telah mengucapkan perkataan kekafiran (dengan mencela Nabi Muhammad) dan (karenanya) menjadi kafir setelah berislam. Mereka menginginkan apa yang tidak dapat mereka capai.329) Mereka tidak mencela melainkan karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka, jika mereka bertobat, itu lebih baik bagi mereka. Jika berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat. Mereka tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di bumi.

329) Mereka ingin membunuh Nabi Muhammad saw.

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Tbnu Abbas bahwa al-Julas bin Suwaid ibnush-Shamit merupakan salah seorang yang tidak mengikuti Rasulullah dalam Perang Tabuk. Dia berkata, “Seandainya orang ini benar, sungguh kita lebih buruk daripada keledai.” Ucapan itu dilaporkan oleh ‘Umair bin Sa’ad kepada Rasulullah, akan tetapi ia (al-Julas) bersumpah bahwa ia tidak berkata demikian. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah,…” Dituturkan bahwa kemudian ia bertobat dan menjadi orang baik-baik. Lalu ia meriwayatkan hal serupa dan Ka’ab bin Malik.

Ibnu Sa’ad, dalam Thabaqaat, meriwayatkan hal serupa dari ‘Urwah.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Zaid bin Arqam mendengar seorang munafik berkata ketika Nabi saw. sedang berkhotbah, “Kalau orang ini benar, sungguh kita lebih buruk ketimbang keledai!” Ia lalu menyampaikan hal itu kepada Nabi saw., tapi orang tersebut menyangkal. Maka Allah menurunkan ayat, “Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah,… 

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika itu Rasulullah sedang duduk di bawah pohon. Beliau berucap, “Sebentar lagi akan datang seseorang yang memandang dengan pandangan mata setan.” Tiba-tiba muncul seorang lelaki berpakaian biru. Ràsulullah memanggilnya dan bertanya, “Mengapa kamu dan kawan-kawanmu mencaciku?” Orang itu segera pergi dan mengajak kawankawannya, lalu mereka bersumpah bahwa mereka tidak berkata begitu, hingga akhirnya beliau melepaskan mereka. Lalu Allah ta’ala menurunkan ayat,'”Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah”

Dia meriwayatkan dari Qatadah bahwa ada dua orang yang berkelahi, salah satunya dan Juhainah sedang yang lain dan Ghifar. Kebetulan suku Juhainah adalah sekutu Anshar. Ketika orang dari suku Ghifar itu mengalahkan lawannya yang dan suku Juhainah, Abdullah bin Ubay berkata kepada suku Aus, “Bantulah saudara kalian! Demi Allah, perumpamaan antara kita dan Muhammad tidak lain seperti kata pepatah, ‘Gemukkan anjingmu, pasti dia memangsamu!” Seorang dan kaum muslimin pergi melaporkan ucapannya itu kepada Nabi saw.. Beliau lalu memanggilnya dan menanyainya. Tapi dia bersumpah bahwa dia tidak mengatakan demikian. Maka Allah ta’ala menurunkan ayat,”Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah…”

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki- laki yang bernama al-Aswad berniat membunuh Nabi saw., maka turunlah ayat, “…dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya;…”

lbnu Jarir dan Abusy Syaikh meriwayatkan dari Ikrimah bahwa bekas budak Bani ‘Adi bin Ka’ab membunuh seorang pria Anshar, lalu Nabi saw. memutuskan diyatnya bernilai 12.000. Mengenai kejadian inilah turun ayat, “,..dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya),…”


Ayat 75

۞ وَمِنْهُمْ مَّنْ عٰهَدَ اللّٰهَ لَىِٕنْ اٰتٰىنَا مِنْ فَضْلِهٖ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ٧٥

75.  Di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah, “Sesungguhnya jika Dia memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan benar-benar bersedekah dan niscaya kami benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”

Asbabun Nuzul

Ath-Thabrani, Ibnu Mardawaih, Ibnu Abi Hatim, dan al-Baihaqi di dalam ad-Dalaa’il meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Abu Umamah bahwa Tsa’labah bin Hathib berkata, “Wahai Rasulullah, doakanlah saya dikaruniai harta benda oleh Allah.” Beliau menjawab, “Celaka kamu, wahai Tsa’labah! Harta yang sedikit tapi kamu syukuri lebih baik daripada harta yang banyak tapi kamu tidak sanggup mengurusnya.” Tsa’labah menyahut, “Demi Allah, jika Allah mengaruniakan saya harta benda, saya pasti berikan hak kepada mereka yang berhak menerimanya.” Rasulullah pun mendoakannya. Lalu ia memelihara domba yang kemudian berkembang biak hingga jalan-jalan Madinah tidak leluasa lagi baginya sehingga ia membawa ternaknya ke pinggiran kota. Biasanya dia ikut shalat jamaah lalu pergi mengurus ternaknya. Tapi setelah ternaknya berkembang banyak sehingga padang rumput Madinah tidak mencukupinya dan terpaksa ia membawa mereka ke pinggiran kota, dia akhirnya hanya menghadiri shalat Jumat, baru setelah itu pergi mengurus ternaknya lagi. Ternaknya terus berkembang biak hingga ia membawa mereka semakin jauh dari kota, sehingga dia pun meninggalkan shalat Jumat dan shalat-shalat jamaah. Lalu Allah menurunkan firrnan-Nya kepada Rasulullah, “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka…”(at-Taubah: 103) Maka beliau menugaskan dua orang untuk mengambil sedekah seraya membekali mereka dengan surat. Kedua petugas ini mendatangi Tsa’labah dan membacakan surat Rasulullah kepadanya. Dia pun berkata, “Ambillah dulu sedekah dan orang-orang lain. Kalau sudah selesai, barulah kalian ambil punyaku.” Mereka pun melakukan sesuai permintaannya. Lalu Tsa’labah mengatakan, “ini tidak lain sama saja dengan jizyah.” Kedua orang itu pun akhirnya pergi meninggalkannya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, “Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dan karunia-Nya kepada karni,. . . ” hingga firman-Nya di ayat 77, “.. .Karena mereka selalu berdusta.”

Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan hal serupa dari al-‘Aufi dan Ibnu Abbas.


Ayat 79

اَلَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ الْمُطَّوِّعِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى الصَّدَقٰتِ وَالَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ اِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُوْنَ مِنْهُمْ ۗسَخِرَ اللّٰهُ مِنْهُمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ٧٩

79.  Orang-orang (munafik) yang mencela orang-orang beriman yang memberikan sedekah dengan sukarela, (mencela) orang-orang yang tidak mendapatkan (untuk disedekahkan) selain kesanggupannya, lalu mereka mengejeknya. Maka, Allah mengejek mereka dan bagi mereka azab yang sangat pedih.

Asbabun Nuzul

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari lbnu Mas’ud, katanya,”Ketika turun ayat sedekah, kami memikul harta benda kami di atas punggung kami. Lalu datanglah seseorang yang menyedekah kami harta yang banyak. Orang-orang pun berkata ‘Dia mau pamer!’ Kemudian datang pula seseorang yang menyedekahkan satu shaa’, dan mereka berkata, ‘Sungguh Allah tidak memerlukan sedekah orang ini!’ Maka turunlah ayat, ‘(Orang munafik) yaitu mereka yang mencela orang-orang beniman…”

Hal senada disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Abu ‘Uqail, Abu Sa’id al-Khudri, Ibnu Abbas, dan ‘Umairah bin Suhail bin Rafi’, yang semuanya diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih. 


Ayat 81

فَرِحَ الْمُخَلَّفُوْنَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلٰفَ رَسُوْلِ اللّٰهِ وَكَرِهُوْٓا اَنْ يُّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَقَالُوْا لَا تَنْفِرُوْا فِى الْحَرِّۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ اَشَدُّ حَرًّاۗ لَوْ كَانُوْا يَفْقَهُوْنَ ٨١

81.  Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) merasa gembira dengan duduk-duduk setelah kepergian Rasulullah (ke medan perang). Mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan mereka (justru) berkata, “Janganlah kamu berangkat (ke medan perang) di tengah panas terik.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Api neraka Jahanam lebih panas.” Seandainya saja selama ini mereka memahami.

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berangkat bersama beliau. Perintah itu keluar pada musim panas. Maka seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, panas sangat menyengat. Kita tidak bisa berangkat. Maka janganlah menyuruh pergi perang pada musim panas!” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Katakanlah (Muhammad), ‘Api neraka Jahanam lebih panas.’ “

Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi bahwa Rasulullah berangkat pada musim pantas yang terik ke Tabuk. Seorang laki-laki dan Bani Salamah mengatakan, “Janganlah kalian berangkat perang dalam panas terik ini! “Maka Allah menurunkan ayat, “Katakanlah (Muhammad), ‘Api neraka Jahanam lebih panas.”

Al-Bathaqi meriwayatkan di dalam ad-Dalaa’il melalui Ibnu Ishaq dari ‘Ashim bin ‘Amr bin Qatadah dan Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm bahwa seorang munafik berkata, “Janganlah kalian berangkat perang dalam panas terik ini!” Maka turunlah ayat ini.


Ayat 84

وَلَا تُصَلِّ عَلٰٓى اَحَدٍ مِّنْهُمْ مَّاتَ اَبَدًا وَّلَا تَقُمْ عَلٰى قَبْرِهٖۗ اِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَمَاتُوْا وَهُمْ فٰسِقُوْنَ ٨٤

84.  Janganlah engkau (Nabi Muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik) selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (berdoa) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.

Asbabun Nuzul

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ketika Abdullah bin Ubay mati, putranya menghadap Rasulullah, meminta beliau memberikan baju beliau kepadanya untuk mengafani bapaknya. Beliau pun memberikannya. Lalu ia meminta beliau menshalatinya. Ketika beliau berdiri hendak menshalatinya, Umar ibnul-Khaththab bangkit memegangi baju beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau hendak menshalatinya, padahal Allah telah melarangmu menshalati orang-orang munafik?” Beliau menjawab, “Allah hanya menyuruhku memilih. Dia berfirman, “Dan aku akan melakukannya lebih dari tujuh puluh kali.” Lalu Umar mengatakan, “Akan tetapi dia munafik!” Tapi beliau tetap menshalatinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya….” Setelah itu beliau tidak lagi menshalati orang-orang munafik. Hal ini dituturkan dalam hadits Umar, Anas, Jabir, dan lain-lain.


Ayat 91-92

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاۤءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضٰى وَلَا عَلَى الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ مَا يُنْفِقُوْنَ حَرَجٌ اِذَا نَصَحُوْا لِلّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۗ مَا عَلَى الْمُحْسِنِيْنَ مِنْ سَبِيْلٍ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌۙ ٩١ وَّلَا عَلَى الَّذِيْنَ اِذَا مَآ اَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَآ اَجِدُ مَآ اَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ ۖتَوَلَّوْا وَّاَعْيُنُهُمْ تَفِيْضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا اَلَّا يَجِدُوْا مَا يُنْفِقُوْنَۗ ٩٢

91.  Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) bagi orang-orang yang lemah, sakit, dan yang tidak mendapatkan apa yang akan mereka infakkan, jika mereka ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan apa pun untuk (menyalahkan) orang-orang yang berbuat baik. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 92.  Tidak (ada dosa) pula bagi orang-orang yang ketika datang kepadamu (Nabi Muhammad) agar engkau menyediakan kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata, “Aku tidak mendapatkan kendaraan untuk membawamu.” Mereka pergi dengan bercucuran air mata karena sedih sebab tidak mendapatkan apa yang akan mereka infakkan (untuk ikut berperang).

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit, katanya, “Dahulu aku menjadi juru tulis Rasulullah. Pada waktu menuliskan surah Baraa’ah (at-Taubah), aku sedang menaruh pena di telingaku ketika kami diperintahkan berperang. Rasulullah memperhatikan apa yang diturunkan kepadanya ketika tiba-tiba datang seorang buta, yang lalu bertanya, ‘Bagaimana dengan saya yang buta ini, wahai Rasulullah?’ Maka turunlah ayat,”Tidak ada dosa (karena tidak pergi berperang) atas orang yang lemah,…”

Ia meriwayatkan melalui al-‘Aufi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berangkat berperang bersama beliau. Lalu datanglah sejumlah sahabat beliau, di antaranya Abdullah bin Ma’qil al-Muzani yang berkata, “Wahai Rasulullah, bawalah kami!” Beliau menjawab, “Demi Allah, aku tidak mempunyai binatang tunggangan untuk membawa kalian.” Mereka pun terpaksa pergi sambil menangis. Mereka berduka karena tidak bisa ikut pergi berjihad lantaran tidak punya bekal dan kendaraan. Maka Allah menurunkan ayat 92, “Dan tidak ada dosa juga atas orang-orang yang datang kepadamu agar engkau memberikan kendaraan kepada mereka. Nama-nama mereka disebutkan dalam al-Mubhamaat.


Ayat 99

وَمِنَ الْاَعْرَابِ مَنْ يُّؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبٰتٍ عِنْدَ اللّٰهِ وَصَلَوٰتِ الرَّسُوْلِ ۗ اَلَآ اِنَّهَا قُرْبَةٌ لَّهُمْ ۗ سَيُدْخِلُهُمُ اللّٰهُ فِيْ رَحْمَتِهٖ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ ٩٩

99.  Di antara orang-orang Arab Badui ada yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Dia memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagai (sarana) mendekatkan diri kepada Allah dan (sarana untuk memperoleh) doa-doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya (infak) itu (suatu sarana) bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid bahwa ayat ini turun tentang Bani Muqarrin yang tentang mereka pula turun ayat 92, “Dan tidak ada dosa juga atas orang-orang yang datang kepadamu agar engkau memberikan kendaraan kepada mereka….”

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abdurrahman bin Ma’qil al-Muzani, “Kami sepuluh orang putra Muqarrin. Tentang kami ayat ini turun”


Ayat 102

وَاٰخَرُوْنَ اعْتَرَفُوْا بِذُنُوْبِهِمْ خَلَطُوْا عَمَلًا صَالِحًا وَّاٰخَرَ سَيِّئًاۗ عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّتُوْبَ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ١٠٢

102. (Ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosanya. Mereka mencampuradukkan amal yang baik dengan amal lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Asbabun Nuzul

Ibnu Mardawaih dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-‘Aufi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah pergi berperang, tapi Abu Lubabah dan lima orang lain tidak ikut berangkat. Kemudian Abu Lubabah dan dua orang yang lain merenung, merasa menyesal, dan yakin akan celaka. Kata mereka, “Kita berada di tempat yang teduh dan tenang bersama kaum wanita sementara Rasulullah dan kaum mukminin yang bersama beliau sedang berjihad. Demi Allah, kami pasti mengikat tubuh kami di tiang masjid. Kami tidak akan melepaskannya kecuali jika Rasulullah sendiri yang melepaskannya.” Mereka melakukan hal itu. Tinggal tiga orang yang tidak mengikat diri mereka. Sepulang dari peperangan, Rasulullah bertanya, “Siapa orang-orang yang terikat di tiang ini?” Seseorang menjawab, “ini Abu Lubaabah dah kawan-kawannya yang tidak ikut pergi perang. Mereka bersumpah tidak akan melepaskan ikatannya kecuali jika Anda sendiri yang melepaskan mereka.” Rasulullah menyahut, “Aku tidak akan melepaskan mereka kecuali jika aku diperintahkan (oleh Allah).” Maka Allah menurunkan ayat, “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka ” Setelah ayat ini turun, beliau melepaskan dan memaafkan mereka. Kini tinggallah tiga orang yang tidak mengikat diri mereka dan tidak disinggung-singgung mengenai diri mereka dan merekalah yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya ayat 106, “Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah;..’ “Orang-orang pun berkata,” Mereka celaka, sebab pemberian maaf terhadap mereka tidak turun.” Sementara yang lain berkata, “Boleh jadi Allah akan mengampuni mereka.” Hingga turun ayat, “dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan.. “

Ibnu Jarir meriwayatkan hal serupa dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, dengan tambahan, “Lalu Abu Lubabah dan kawan-kawannya, setelah dilepaskan, datang menghadap dengan membawa harta benda mereka. Kata mereka, ‘Wahai Rasulullah, ini harta benda kami. Tolong wakili kami menyedekahkannya, dan mintakanlah ampunan untuk kami!’ Beliau pun menjawab, ‘Aku tidak diperintahkan mengambil secuil pun harta kalian.’ Maka Allah menurunkan ayat 103, ‘Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka.” Bagian ini semata diriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair, adh-Dhahhak, Zaid bin Aslam, dan lain-lain. Abdurrazzaq meriwayatkan dari Qatadah bahwa ayat ini turun tentang tujuh orang: yang empat mengikat diri mereka di tiang, yakni Abu Lubabah, Mirdas, Aus bin Khidzam, dan Tsa’labah bin Wadi’ah.

Abusy Syaikh dan Ibnu Mundzih dalam ash-Shahaabah meriwayatkan dari ats-Tsauri dan al-A’masy dan Abu Sufyan dan Jabir bahwa di antara orang-orang yang tidak ikut pergi bersama Rasulullah dalam Perang Tabuk adalah enam orang: Abu Lubabah, Aus bin Khidzaam, Tsa’labah bin Wadi’ah, Ka’ab bin Malik, Murarah ibnur-Rabii’, dan Hilal bin Umayyah. Abu Lubabah, Aus, dan Tsa’labah kemudian mengikat diri mereka di tiang masjid lalu menyerahkan harta benda mereka seraya mengatakan, “Wahai Rasulullah, ambillah barang-barang ini yang menahan kami sehingga tidak mengikuti Anda!” Beliau menjawab, “Aku tidak menghalalkannya kecuali jika terjadi pertempuran.” Maka turunlah ayat Al-Qur’an, “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka;.. .” Sanadnya kuat.

Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan sanad yang di dalamnya terdapat al-Waqidi dari Ummu Salamah, katanya, “(Ayat tentang diterimanya) tobat Abu Lubabah turun di rumahku. Aku mendengar Rasulullah tertawa pada waktu sahur. Aku pun bertanya, ‘Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Abu Lubabah telah diampuni.’ Aku lalu bertanya lagi, ‘Apakah saya boleh memberi tahunya?’ Beliau menjawab, ‘Terserah padamu.’ Maka aku pun berdini di pintu bilik-ketika itu belum diwajibkan hijab. Aku berkata, ‘Hai Abu Lubabah, bergembiralah, Allah telah mengampunimu.’ Orang-orang serentak bergerak hendak melepaskan ikatannya, tapi ia mengatakan, ‘Tunggu Rasulullah datang, biar beliau sendiri yang melepaskan aku.’ Ketika beliau keluar untuk shalat subuh, beliau melepaskannya. Ayat yang turun, “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka;…” 


Ayat 107-108

وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَّكُفْرًا وَّتَفْرِيْقًاۢ بَيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَاِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ مِنْ قَبْلُ ۗوَلَيَحْلِفُنَّ اِنْ اَرَدْنَآ اِلَّا الْحُسْنٰىۗ وَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ ١٠٧ لَا تَقُمْ فِيْهِ اَبَدًاۗ لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوٰى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُوْمَ فِيْهِۗ فِيْهِ رِجَالٌ يُّحِبُّوْنَ اَنْ يَّتَطَهَّرُوْاۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِيْنَ ١٠٨

107.  (Di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), (menyebabkan) kekufuran, memecah belah di antara orang-orang mukmin, dan menunggu kedatangan orang-orang yang sebelumnya telah memerangi Allah dan Rasul-Nya.333) Mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Allah bersaksi bahwa sesungguhnya mereka itu benar-benar pendusta (dalam sumpahnya).

108.  Janganlah engkau melaksanakan salat di dalamnya (masjid itu) selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama lebih berhak engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang gemar membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri.

333) Yang dimaksud dengan orang yang sebelumnya telah memerangi Allah Swt. dan Rasul-Nya adalah seorang pendeta Nasrani bernama Abu ‘Amir yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya dari Syam untuk melaksanakan salat di masjid yang mereka dirikan, serta membawa tentara Romawi yang akan memerangi kaum muslim. Akan tetapi, Abu ‘Amir ini tidak jadi datang karena ia mati di Syam. Masjid yang didirikan kaum munafik itu dirobohkan atas perintah Rasulullah saw. berdasarkan wahyu yang diterimanya setelah kembali dari Perang Tabuk.

Asbabun Nuzul

Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Ishaq bahwa Ibnu Syihab az-Zuhri menyebutkan dari Ibnu Ukaimah al-Laitsi dari keponakan Abu Ruhm al-Ghifari bahwa ia mendengar Abu Ruhm-salah seorang yang ikut berbaiat di bawah pohon mengatakan, “Orang-orang yang membangun Masjid adh-Dhirar mendatangi Rasulullah tatkala beliau bersiap-siap berangkat ke Tabuk. Kata mereka, ‘Wahai Rasulullah, kami telah membangun sebuah masjid bagi orang-orang yang sakit dan miskin serta tempat bernaung pada malam yang dingin dan hujan. Kami ingin Anda mengunjungi kami dan menunaikan shalat di sana.’ Beliau menyahut, ‘Aku sedang bersiap hendak pergi. Setelah kami pulang, insya Allah kami akan mendatangi kalian dan shalat di sana.’ Ketika beliau pulang, beliau berhenti di Dzi Awaan, yang tidak jauh lagi dari Madinah. Lalu Allah menurunkan ayat tentang masjid itu, Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman),”hingga akhir kisahnya. Kemudian beliau memanggil Malik ibnud-Dukhsyun dan Ma’n bin Adi atau saudaranya yang bernama Ashim bin Adi, lalu bersabda,”Pergilah kalian ke masjid yang penghuninya zalim itu. Hancurkan dan bakar masjid itu. “Maka, mereka berdua melakukan perintah beliau.”

Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari aI-‘Aufi dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah membangun masjid Quba’, sejumlah orang Anshardi antaranya Yakhdaj-pergi membangun masjid an-Nifaaq (kemunafikan). Rasulullah kemudian bersabda kepada Yakhdaj,-“Celaka kamu! Kamu tidak lain menginginkan apa yang aku lihat!” Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, saya hanya menginginkan kebaikan!” Maka Allah menurunkan ayat ini.

lbnu Mardawaih meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa sejumlah orang Anshar membangun sebuah masjid, lalu Abu Amir berkata kepada mereka, “Bangunlah masjid kalian, lalu siapkan pasukan dan senjata semampu kalian. Aku akan pergi ke Kaisar Romawi lalu membawa pasukan dan kita akan mengusir Muhammad dan sahabat-sahabatnya.” Setelah mereka selesai membangun masjid mereka, mereka pun menghadap Rasulullah dan berkata kepada beliau, “Kami telah selesai membangun masjid kami. Kami ingin Anda shalat di sana.” Maka Allah menurunkan firman-Nya pada ayat 108, “Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu…”

Al-Wahidi meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa orang-orang munafik mengajukan masjid yang mereka bangun untuk menandingi masjid Quba’ kepada Abu ‘Amir ar-Rahib, yang mereka tunggu jika ia datang untuk menjadi imam mereka di sana. Ketika mereka telah selesai membangunnya, mereka mendatangi Rasulullah dan berkata, “Kami telah membangun sebuah masjid. Harap Anda shalat di sana!” Maka turunlah ayat 108, “Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu …”

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat ini turun tentang jamaah Masjid Quba’, “…Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih..” (at-Taubah: 108) Abu Hurairah berkata, “Mereka bersuci dengan air, maka turunlah ayat ini mengenai mereka.”

Umar bin Syibah meriwayatkan dalam Akhbaarul Madiinah melalui al-Walid bin Abi Sandar al-Aslami dan Yahya bin Sahl al-Anshari dari ayahnya bahwa ayat ini turun tentang jamaah Masjid Quba”; mereka dahulu biasanya mencuci anus mereka setelah buang air besar, “. . . Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.. .” (at-Taubah: 108)

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Atha bahwa sekelompok orang dari jamaah masjid Quba’ menciptakan cara berwudhu dengan air. Maka turunlah ayat tentang mereka, ‘..Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (at-Taubah: 108)


Ayat 111

۞ اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ ١١١

111. Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan surga yang Allah peruntukkan bagi mereka. Mereka berperang di jalan Allah sehingga mereka membunuh atau terbunuh. (Demikian ini adalah) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka, bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu. Demikian itulah kemenangan yang agung.

Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi bahwa Abdullah bin Rawahah berkata kepada Rasulullah, “Tetapkan syarat sesukamu untuk Tuhanmu dan untuk dirimu.” Beliau bersabda, “Aku syaratkan untuk Tuhanku: kalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun; dan aku syaratkan untuk diriku: kalian melindungi aku seperti melindungi diri dari harta kalian sendiri.” Mereka menjawab, “Kalau kami lakukan itu, apa balasan untuk kami?” Beliau menjawab, “Surga.” Kata mereka, “Transaksi yang menguntungkan! Kami tidak akan membatalkannya!” Maka turunlah ayat, “Sesungguhnya Allah membeli dan orang-orang mukmin…”


Ayat 113

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوْٓا اُولِيْ قُرْبٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُمْ اَصْحٰبُ الْجَحِيْمِ ١١٣

113.  Tidak ada hak bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun mereka ini kerabat(-nya), setelah jelas baginya bahwa sesungguhnya mereka adalah penghuni (neraka) Jahim.

Asbabun Nuzul

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sa’id ibnul Musayyab dari ayahnya, ia berkata, “Ketika Abu Thalib hendak meninggal, Rasulullah datang menemuinya, sementara di ruangan tersebut ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah. Rasulullah bersabda,”Wahai Paman, ucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah,’ agar aku dapat membelamu dengannya di hadapan Allah.’ Abu Jahal dan Abdullah berkata,”Hai Abu Thalib, apakah kamu mau meninggalkan agama Abdul Muththalib?’ Keduanya terus bicara kepadanya hingga kalimat terakhir yang ia ucapkan kepada mereka adalah, ‘Di atas agama Abdul Muththalib.’ Nabi saw. berucap, ‘Sungguh aku akan memintakan ampunan untukmu selama aku tidak dilarang.’ Maka turunlah ayat, “Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,…’ Dan Allah menurunkan firman-Nya tentang Abu Thalib, “Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi,. . .” (al-Qashash: 56) Zhahir hal ini mentujukan bahwa ayat ini turun di Mekah.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ali-dan dinyatakan hasan oleh al-Hakim-, kata Ali, “Aku mendengar seseorang beristigfar untuk kedua orang tuanya yang musyrik, maka aku berkata kepadanya, ‘Apakah kamu beristighfar untuk orang tuamu padahal mereka musyrik?’ Ia menjawab, Nabi Ibrahim pun beristigfar untuk bapaknya padahal ia musyrik!’ Lalu aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah sehingga turunlah ayat,”Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,..” Al-Hakim, al-Baihaqi dalam ad-Dalaa’il, dan lain-lain meriwayatkan dari lbnu Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah pergi ke pekuburan pacla suatu hari. Beliau lalu duduk di salah satu kuburan, berbicara kepadanya lama, lalu menangis. Aku pun ikut menangis mendengar tangis beliau. Kemudian beliau berkata,”Kuburan yang aku duduk di dekatnya tadi adalah kuburan ibulku. Aku telah meminta izin kepada Allah untuk mendoakannya, akan tetapi Dia tidak mengizinkan. “Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,. “

Ahmad dan Ibnu Mardawaih (lafazh berikut darinya) meriwayatkan dari hadits Buraidah, ia berkata, “Ketika itu aku bersama Nabi saw. di ‘Usfan. Beliau melihat kuburan ibunya, kemudian berwudhu, shalat, lalu menangis. Selanjutnya beliau bersabda, ‘Aku tadi meminta izin Allah untuk beristighfar baginya tapi aku dilarang.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,. “

Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan hal serupa dari hadits Ibnu Abbas, dan bahwa hal itu terjadi setelah beliau kembali dari Tabuk ketika beliau pergi umrah ke Mekah dan singgah di ‘Usfan. Kata al-Hafizh Ibnu Hajjar, “Ada kemungkinan turunnya ayat ini punya sejumlah sebab, sebab yang terdahulu adalah perkara Abu Thalib, sebab yang belakangan adalah perkara Aminah dan kisah Ali.” Ulama yang lain mengompromikan (riwayat-riwayat di atas) bahwa ayat ini turun beberapa kali.


Ayat 117

لَقَدْ تَّابَ اللّٰهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُ فِيْ سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْۢ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيْغُ قُلُوْبُ فَرِيْقٍ مِّنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْۗ اِنَّهٗ بِهِمْ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ۙ ١١٧

117.  Sungguh, Allah benar-benar telah menerima tobat Nabi serta orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar yang mengikutinya pada masa-masa sulit setelah hati sekelompok dari mereka hampir berpaling (namun) kemudian Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.

Asbabun Nuzul

Al-Bukhari dan lain-lain meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik, katanya, “Aku tidak pernah tidak ikut bersama Rasulullah dalam suatu pertempuran kecuali Perang Badar, hingga terjadi Perang Tabuk, yang merupakan perang terakhir yang beliau jalani. Beliau mengumumkan keberangkatan kepada khalayak… (ia menceritakan kisahnya dengan panjang), Kemudian Allah menurunkan ayat tentang tobat atas kami, ‘Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin,…” hingga firman-Nya pada ayat 118,”…Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.’ Dan tentang kamilah turun ayat 119,”…Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar. “


Ayat 122

۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ ١٢٢

122.  Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?

Asbabun Nuzul

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa ketika turun ayat, “Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih….” (at-Taubah: 39)—padahal waktu itu sejumlah orang tidak ikut pergi berperang karena sedang berada di padang pasir untuk mengajar agama kepada kaum mereka—maka orang-orang munafik mengatakan,—”Ada beberapa orang di padang pasir tinggal (tidak berangkat perang). Celakalah orang-orang padang pasir itu.” Maka turunlah ayat, “Dan tidak Sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang)….

Ia meriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, katanya, “Karena amat bersemangat untuk berjihad, apabila Rasulullah mengirim suatu regu pasukan, kaum muslimin biasanya ikut bergabung ke dalamnya dan meninggalkan Nabi saw. di Madinah bersama Sejumlah kecil warga. Maka, turunlah ayat ini.”